Mengenai Saya

Foto saya
sumenep, sumenep jawa timur, Indonesia
enjoy, sopan dan siap bersaing

Minggu, 15 Agustus 2010

PENDIDIKAN BERBASIS MUTU TELAAH ATAS PEMIKIRAN IBNU SINA

A.Biografi Ibnu Sina
1.Riwayat Hidup Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husien Ibn Abdullah Ibn Hasan Ibn Ali Ibn Sina. Penyebutan nama ini telah menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan para ahli sejarah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari bahasa latin Aven Sina dan sebagian yang lain mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari kata al-shin yang dalam bahasa Arab berarti Cina. Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama tersebut dihubungkan dengan nama tempat kelahirannya yaitu Afshango.
read more....
Ibnu Sina dilahirkan di Desa Akhsyanah, dekat Bukhara pada tahun 370 H/ 980M. para ulama berbeda pendapat tentang tahun kelahirannya. Al-Qibthi dan Ibnu Khalkan mengatakan kelahiran Ibnu Sina pada tahun 370/980. Ibnu Abi Ushaibiah mengatakan pada tahun 375/985. sedangkan ada yang mengatakan kelahirannya pada tahun 373/983, dan menurut Muhammad Ustman Nafati pada tahun 363/973. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Ibnu Sina di lahirkan di Persia pada bulan Safar tahun 980 M, ayahnya tinggal di kota Baikh yaitu sebuah kota yang terletak antara Georgia dan Turkistan.
Ayahnya bernama Abdullah dan ibunya Astarah dari Afghanistan, ada juga yang mengatakan bahwa ibu Ibnu Sina berkebangsaan Persia. Karena ada abad ke 10 M Afghanistan berada di bawah kekuasaan Persia. Ayahnya adalah penganut Syi’ah Ismai’iliyah. Walaupun diri Ibnu Sina menolak identitas itu. Keluarganya termasuk keluarga kaya dan terpandang. Latar belakang keluarganya yang demikian merupakan faktor yang sangat mendukung dalam pembentukan pribadi ilmiahnya, disamping kecemerlangan otaknya.
Dalam sejarah pemikiran Islam, Ibnu Sina dikenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Tampilnya Ibnu Sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal didukung oleh tempat kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan dan orang tuanya yang dikenal sebagai pejabat tinggi, juga karena kecerdasannya yang luar biasa. Menurut catatan sejarah Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya yaitu Bukhara.
Pengetahuan yang pertama kali ia pelajari adalah membaca Al-Qur’an, setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti tafsir, fiqih, Ushuluddin. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia berhasil menghafal Al-Qur’an dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman pada usia yang belum genap sepuluh tahun.
Ibnu Sina belajar dibawah pengawasan ayahnya dan salah seorang gurunya ialah Ismail Az-Zahid yang mengajarkan ilmu akhlak, tasawuf dan fiqih. Setelah umur 10 tahun dan ilmu-ilmu agama telah dikuasai, maka ayahnya menyuruh belajar filsafat dengan segala cabang-cabangnya. Pertama belajar ilmu hitung ada seorang saudagar India (kawan ayahnya), kemudian ia tidak pas dengan ilmu hitung saja, tapi ingin segala macam ilmu. Kebetulan sekali seorang sahabat ayahnya bernama Abu Abdullah Natili yang terkenal sebagai mutafalsit atau calon filosofi berkunjung ke Bukhara dan menginap dirumahnya sehingga kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh ayahnya agar puteranya belajar pada Natili, akan tetapi proses belajarnya tidak begitu lama, sang guru ingin pulang ke daerahnya.
Diusianya yang keenam belas Ibnu Sina mampu mempersembahkan karyanya sendiri yakni tentang; hukum Islam, filsafat, ilmu alam, mantiq (logika) dan matematika (geometri). Selain itu Ibnu Sina juga menempati posisi istimewa dalam ilmu kedokteran, sehingga banyak dokter beken yang mulai belajar padanya. Dalam pandangan Ibnu Sina, kedokteran bukanlah bidang ilmu yang rumit.
Sedangkan bidang ilmu yang menurut Ibnu Sina rumit adalah metafisika. Dia mengaku membaca metaphysics karya Aristoteles sebanyak empat puluh kali, namun belum juga bisa memahami maksud penulisnya. Sampai akhirnya dia meneruskan risalah Al-Farabi yang berjudul on the intentions of the metaphysics, selepas membacanya, barulah dia memperoleh kejelasan mengenai apa itu metafisika.
Diusianya yang ke enam belas tahun ini kemasyahuran Ibnu Sina telah menyebar luas sampai kepada para ahli kedokteran lainnya sehingga mereka tertarik mempelajari pengalaman dan berbagai macam teknik penyembuhan dari padanya. Ibnu Sina mencurahkan seluruh waktunya untuk menelaah, membaca dan membahas, menganalisa, meneliti dan melakukan pengkajian terhadap berbagai pendapat para ahli .
Dikisahkan bahwa ketika raja Nuh Ibn Manshur, penguasa Bukhara dan sekaligus guru Ibnu Sina, memanggilnya untuk mengobati penyakit yang diderita sang guru disaat dokter-dokter lain tidak sanggup. Sambil mengobati gurunya ini, dia memohon izin supaya diperkenankan memasuki perpustakaan pribadi Nuh Ibn Manshur untuk mempelajari lebih jauh ilmu kedokteran yang ditekuninya.
Upaya memperdalam dan menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dilanjutkan Ibnu Sina saat ia memperoleh kesempatan mempergunakan perpustakaan milik Nuh Bin Mansyur yang pada saat itu menjadi sultan di Bukhara. Kesempatan tersebut terjadi karena jasa Ibnu Sina yang berhasil mengobati penyakit sultan tersebut hingga sembuh.
Dengan menenggelamkan diri dalam membaca buku-buku yang terdapat dalam perpustakaan tersebut, Ibnu Sina berhasil mencapai puncak kemahiran dalam ilmu pengetahuan. Tidak ada satupun cabang ilmu pengetahuan yang ia tidak pelajari, hampir setahun lamanya ia membaca dan menelaah buku-buku yang terdapat dalam perpustakaan tersebut. Sampai datang musibah yang memutuskan segala harapan nya yaitu terjadinya kebakaran pada perpustakaan tersebut hingga memusnahkan buku-buku yang ada di dalamnya.
Sejumlah guru yang pernah mendidik Ibnu Sina, diantaranya adalah Mahmud Al-Masrah yang dikenal sebagai ahli matematika dan mengjar ajaran isma’iliyah dari India. Kemudian terdapat pula nama Ali Muhamamd Ismail Ibn Al-Husyairi yang dikenal sebagai Az-Zahid dan termashur sebagai ahli fiqih bermadzhab Hanafi di Bukhara pada saat itu. Sedangkan Abi Abdillah An-Nafili sebagai guru Ibnu Sina dalam mempelajari manthiq dan filsafat, Ibnu Sina juga pernah belajar ada Abu Sahl Isa Bin Yahya Al-Masihi Al-Jurjani yang mengajarinya ilmu kedokteran.
Ketika berusia delapan belas tahun ia telah dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan, dan ketika menginjak usia duapuluh dua tahun ayah nya meninggal dunia pada waktu timbul kekacauan politik dalam pemerintahan as-samiyah ini, terpaksa pindah ke Bukhara, kemudian pindah lagi ke Georgia, dan pindah lagi ke Rai, akhirnya pindah lagi ke Hamdan, di kota inilah ia diangkat menjadi asisten pribadi sultan Syamsuddin Daulah Abu Tahir Bin Fachrid Daulah Ali Bin Ruknid Daulah Al-Hayan Bin Buwaihid dialami karena berhasil mengobatinya.
Karena terjadinya revolusi yang digerakkan oleh pada tentara kerajaan, akhirnya diapun ditahan dalam beberapa waktu, namun raja sakit yang kedua kalinya dan akhirnya terpaksa Ibnu Sina dibebaskan kembali. Setelah kursi kekuasaan digantikan anaknya, Raja Taj Al-Malik, Ibnu Sina diminta untuk menjadi menteri raja, namun Ibnu Sina menolak dan memiliki untuk menjadi penulis dengan menempati rumah kawannya di Hamadzan. Karena merasa tidak aman tinggal di Mahadzan, akhirnya dia mengirim surat rahasia kepada Raja Ash Fahan, petinggi kerajaan untuk diperkenankan pindah. Sayang sekali permohonannya itu diketahui oleh Raja Taj-Al Malik dan kemudian raja marah serta menahan Ibnu Sina Selama empat tahun ditahanan Qardajan setelah dibebaskan untuk yang kedua kalinya Ibnu Sina masih bekerja pada raja Taj-Al Malik untuk beberapa waktu. Ibnu Sina meninggalkan kota Hamadzan dalam pakaian sufi menuju Ashfahan, setelah pentinggi kerjaan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepadanya.
Karena intelektualitas Ibnu Sina yang cukup representatif pada masanya sehingga diberi gelar Al-Syaikh Al-Rais (The Leader Among Wisemen) Hujjat Al-Haqq (The Proof Of God) dan bapak kedokteran Islam (Amir Al-Athibba’, The Prince Of Physicians). Suatu predikat mulia bagi seorang intelektual profesional yang tidak mudah diberikan kepada siapapun karena eksistensi nya yang ketat memikat.
Ibnu Sina adalah orang yang kuat kawin, sehingga tenaganya dihabiskan untuk memuaskan nafsu syahwat dengan istri-istrinya. Oleh karena itu ia akhirnya mengamali lemah jasmani dan menderita berbagai penyakit. Pada waktu tinggal di Iasfahan ia terkena penyakit berat (colig) yaitu penyakit yang menimbulkan suhu panas tinggi di tubuhnya. Pada suatu waktu ketika penyakitnya mencapai titik optimal, ia menginjeksi dirinya sendiri sampai delapan kali sehari, dan hal ini menyebabkan timbulnya bisul bernanah dibagian perutnya, maka makin beratlah sakitnya.
Walaupun jiwanya sudah terancam karena penyakitnya, ia masih tetap aktif menghadiri sidang-sidang majelis ilmu di Isfahan. Kemudian ketika Ala Ad-Daulah bermaksud akan pergi ke Hamadan, Ibnu Sina memaksakan ikut dalam rombongan tersebut. Di tengah perjalanan ia diserang lagi oleh penyakit, dan dalam keadaan demikian ia berkata “segala tenaga pengatur kekuatan tubuhku sudah lumpuh sama sekali, dan segala macam pengobatan sudah tak berguna lagi sehingga orang yang merawat tubuhku tidak diperlukan lagi, karena saya tidak membutuhkan lagi pengobatan. Akhirnya ia kemudian mandi dan bertobat kepada Allah Swt, menyedekahkan segala kekayaannya kepada kaum fakir, memaafkan setiap orang yang pernah menyakitinya, membebaskan para budaknya, membaca Al-Qur’an sampai tamat tiga hari sekali, sampai ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dan ia wafat pada hari jumlah bulan Ramadhan pada tahun 428 H. bertepatan dengan tahun 1037 M dan dimakamkan di Hamadan.
Dalam bidang karir dan pekerjaan yang pertama ia lakukan adalah seperti orang tuanya yaitu membantu tugas-tugas pangeran Nuh Bin Mansur. Ia diminta untuk menyusun kumpulan, pemikiran filsafat oleh Abu Al-Husain Al ‘Arudi. Ibnu Sina mempelajari ilmu kedokteran secara mendalam, hingga ia menjadi seorang dokter yang termasyhur pada zamannya. Hal ini didukung oleh kesungguhannya melakukan penelitian dan praktek pengobatan sehingga pada saat itu ilmu kedokteran mengalami perkembangan yang didukung oleh keluasan teori dan praktek.
Penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan, sangat berpengaruh terhadap pemikirannya tentang konsep pendidikan. Di samping itu, sebenarnya yang mematangkan teori-teori pendidikannya ialah ia mempunyai pengalaman praktis dalam pengajaran. Pandangan-pandangannya tentang pendidikan sangat tajam dan komprehensif. Dengan kemampuannya tersebut, maka wajar bila para pakar pendidikan Islam mengakui bahwa Ibnu Sina banyak memberikan saham dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan Islam, terutama dalam pendidikan peserta didik.
Abu Ali Sina telah mencetak banyak filosof dan pakar, diantara nya adalah sebagai berikut:
1. Abu Al-Hasan Bahmanyar Bin Marzaban dia adalah filosof yang sering berbeda pendapat dengan gurunya, terutama tentang kausalitas dan penulis at-tahshil (sebuah karya yang paling terkenal darinya)
2. Abu Adbillah Al-Ma’shumi, dia adalah penulis transkrip kuliah-kuliah Ibnu Sina.
3. Abu Adillah Abdul Wahid Bin Muhammad Al-Jurjani, dia adalah penulis biografi Ibnu Sina, berkat jasanyalah maka karya-karya Ibnu Sina dapat dinikmati dari generasi ke generasi hingga saat ini.
4. Abu Abdillah Muhammad Bin Yusuf Syafuddin Al-Ilaqi, dia telah mewarisi ilmu Ibnu Sina dalam bidang kedokteran dan juga sebagai penulis ikhtishar kitab Al-Qanun (Ringkasan al-qanun karya Ibnu Sina)
5. Abu Manshur Husain Bin Thahir Bin Zahlah Al-Isfahani, dia adalah filosif yang meringkas sejumlah karya besar dari Ibnu Sina, diantaranya adalah kitab Asy-Syifa dan risalah Hay Bin Yaqdhan. Dan yang menarik, dia telah menguasai ilmu musik.
Pada masa hidupnya Abu Ali Ibn Sina berkomunikasi dengan para ilmuwan, diantaranya dengan Ibnu Miksawaih dan Abu Raihan Al-Biruni serta dokter abu Al-Faraj Bin Tabib Bin Al-Jatsaliq dan Abu Masail, Iraqi, Abu Khair Bin Al-Khammar, dari mereka Ibnu Sina memperdalam ilmu-ilmu logika, alam, matematika dan kedokteran, sehingga di adat mengungguli guru-gurunya, Ibnu Sina juga mempelajari kitab dari Al-Farabi tentang metafisika. Sebelum mempelajari kitab Al-Farabi dia tidak bisa memahaminya dan setelah membacanya, ia baru memahaminya.
Para sejarah mengakui ketajaman otak (genius) Ibnu Sina dan ingatan yang kuat sekali diikuti dengan ketekunannya mempelajari ilmu pengetahuan, maka menjadilah ia seorang ahli ilmu agama, ilmu filsafat dengan segala macam bagiannya, ilmu politik dan terakhir ilmu kedokteran, jadi, sekaligus sebagai pengarang, filosofi dan dokter ahli.
2. Latar Belakang Pemikiran Ibnu Sina
Sebagaimana telah diketahui pada bab terdahulu bahwa sebagai seorang cendikiawan muslim, ia dikategorikan sebagai seorang yang produktif, karena melalui pemikiran dan pandangannya itulah Ibnu Sina dikenal oleh masyarakat seluruh dunia.
Pemikiran Ibnu Sina banyak kaitannya dengan pendidikan barang kali menyangkut pemikirannya tentang falsafat ilmu. Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang tak kekal dan ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari perannya sebagai alat dapat disebut logika. Tapi berdasarkan tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan yang teoritis. Ilmu teoritis seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu ketuhanan dan ilmu Kulli. Sedangkan ilmu yang praktis adalah ilmu akhlak, ilmu pengurusan rumah, ilmu pengurusan kota dan ilmu nabi (syariah).
Menurut Hasan Langgulung pemikiran pendidikan Ibnu Sina dalam falsafat praktisnya (ilmu praktis) memuat tentang ilmu akhlak, ilmu tentang urusan rumah tangga, politik dan syariah. Karya tersebut ada prinsipnya berkaitan dengan cara mengatur dan membimbing manusia dalam berbagai tahap dan sistem. Pembahasan diawali dari pendidikan individu. Yaitu bagaimana seseorang mengendalikan diri (akhlak). Kemudian dilanjutkan dengan bimbingan kepada keluarga (takbiral-manzil), lalu meluas ke masyarakat (tadbir al-madinat) dan akhirnya kepada seluruh umat manusia.
Maka menurut Ibnu Sina, pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan. Disini dapat dilihat bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif. Sementara itu pandangan-pandangan Ibnu Sina dalam bidang politik hampir tidak dapat dipisahkan dari pandangan nya dalam bidang agama, karena menurutnya hampir semua cabang ilmu keislaman berhubungan dengan politik, ilmu ini selanjutnya ia bagi menjadi empat cabang yaitu ilmu akhlak, ilmu cara mengatur rumah tangga, ilmu tata negara dan ilmu tentang kenabian. Ke dalam ilmu politik ini juga termasuk ilmu. Ilmu. Pendidikan, karena ilmu pendidikan merupakan ilmu yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader yang sia untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Dalam pemikiran pendidikannya, Ibnu Sina juga telah menguraikan tentang psikologi pendidikan. Hal ini terlihat dari uraiannya mengenai hubungan pendidikan anak dengan tingkat usia, kemauan dan bakat anak dengan mengetahui latar belakang tingkat perkembangan, bakat dan kemauan anak, maka bimbingan yang diberikan kepada anak akan lebih berhasil. Menurut Ibnu Sina adanya kecenderungan manusia untuk memilih pekerjaan yang berbeda dikarenakan di alam diri manusia terdapat faktor yang tersembunyi yang sukar dipahami dan dimengerti serta sulit untuk di ukur kadarnya. Dengan pandangan Ibnu Sina ini terlihat bahwa dalam pemikiran pendidikannya ia telah merintis adanya perbedaan individu (Individual Differences) seperti yang dikenal dunia pendidikan modern sekarang.
Dalam memformulasikan konsep pendidikan, Ibnu Sina sangat menekankan pada pendidikan akhlak. Karena pada zaman itu suasana dan kondisi sosial politik pada massanya, memang sangat kacau. Ketika itu fitnah terus berkecamuk sedang kekacauan politik dan pertentangan aliran-aliran madzhab tengah melanda umat Islam. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa betapa bobroknya akhlak kaum muslimin. Padahal bila akhlak suatu bangsa telah rusak, maka bangsa tersebut pasti akan hancur pula. Kondisi sosial yang demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung telah berpengaruh terhadap pemikiran pendidikannya.
Selanjutnya Ibnu Sina membagi tingkat pendidikan menjadi dua bagian diantaranya adalah:
1. Tingkat umum. Pada tingkat uni anak dilatih untuk dapat belajar mempersiapkan badan jasmaninya, akal dan jiwanya pada tingkat ini anak diberi pelajaran membaca, menulis, Al-Qur’an, masalah-masalah penting dalam agama dasar-dasar bahasa dan sedikit sastra.
2. Tingkat khusus, pada tingkat ini anak dipersiapkan untuk menuju suatu profesi yaitu mereka dilatih untuk melakukan praktek yang berkaitan dengan masalah kehidupan. Karena jika hanya memiliki rasa ingin tahu saja belum cukup tetapi harus berlatih terus menerus. Disini Ibnu Sina hendak mengarahkan menuju profesi-profesi dan bakat-bakat yang sesuai dengan kemampuan dan cocok dengan kecenderungan-kecenderungan peserta didik.
3. Karya Tulis Ibnu Sina
Dengan melihat latar belakang pendidikan, karir dan latar belakang pemikirannya, maka sangat wajar bila banyak gagasan-gagasan dan pikiran-pikirannya dituangkan dalam bentuk sebuah karya tulis.
Berbagai tulisan Ibnu Sina menurut versi modern berjumlah 276 buah mencakup seluruh kajian filosofis, saintifik, kedokteran dan bahkan kebahasaan, karya-karya Ibnu Sina boleh dikatakan paling bernasional dan sistematik diantar semua karya berbahasa Arab, dan dalam skala yang lebih kecil berbahasa Persia. Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang ulama yang amat produktif, buku karangannya hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan diantaranya adalah ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik dan sastra Arab.
Untuk mengetahui jumlah yang agak pasti dari karangan Ibnu Sina itu agak sulit, namun peran yang dimainkan oleh seorang father dari Dominican di Kairo dalam bidang ini tidak dapat dilupakan begitu saja, dari hasil penyelidikannya terhadap karya tulis Ibnu Sina, ia mencatat sebanyak 270 buah, sementara Philip K. Hitti dengan memakai daftar yang di buat oleh Al-Qifli mengatakan bahwa karya tulis Ibnu Sina berjumlah sekitar 99 buah. Terjadinya perbedaan penghitungan ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan tentang sedikit banyaknya data yang digunakan.
Sedangkan menurut Ibn Khalkan dalam Wafayat Ala’yan menyebutkan ada 100 buah karangan, Ibnu Ali Ushalbi’ah dalam Uyun Al-Anbiya’ mengejutkan ada 102 buah karangan dan Yahya Ibn Ahmad Al-Kasyi menyebutkan ada 92 kitab dan risalah.
Diantara karya-karya Ibnu Sina yang cukup terkenal diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Al-Syifa, sebuah karya filsafat yang telah di Tahqiq oleh Juras Syahatah Qunwati, Said Zayad Dan Ibrahim Bayumi Madkur. Buku ini berjumlah 28 jilid meliput ilmu manthiq, kosmologi (ath-thabi’iyah), metafisika (ilahiyat) dan matematika (riyadhiyat). Dan ini merupakan karya terbesar dari Ibnu Sina yang telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa dunia, termasuk bahasa latin.
2. Al-Najal, sebuah karya ringkasan filsafat dari al-syifa’ yang memuat tentang ilmu logika, kosmologi dan teologi buku ini juga diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa dunia, termasuk latin.
3. Al-Isyarat Wa Al-Tanbihat, sebuah karya terakhir dari Ibnu Sina yang membahas tentang logika, kosmologi dan metafisika. Pandangan-pandangan Ibnu Sina dalam buku ini dianggap sebagai pendapatnya yang bersifat final. Puluhan filosofi dan teologi, Syiah dan Sunni, telah memberikan komentar (syark) atas buku ini, diantaranya adalah Fakhrud-Din Ar-Razi yang terdiri dari tiga jilid, dan Nasirud-Din Ath-Thusi.
4. Al-Qanun Fi Al-Thibb, sebuah karya dalam bidang kedokteran yang terdiri dari tiga jilid, isi buku ini menjelaskan tentang cara-cara pengobatan berbagai penyakit yang disebabkan oleh air dan tanah. Buku ini terbit di Roma pada tahun 1653 H.
5. Rasa’il Fi’al Hikmah Wa Ath-Thabi’iyat, sebuah karya dari Ibnu Sina yang terdiri dari delapan esai, yang berisi tentang kenabian, jiwa, ilmu-ilmu rasional, dan etika.
6. Al-Hashil Wa Al-Mahshul sebuah karya yang terdiri dari dua puluh jilid dan khusus dipersembahkan pada Abu Bakar Al-Barqi Diusia Muda.
7. Al-Himah Al-Arsyiyah sebuah karya yang hanya membahas satu bidang yakni filsafat yaitu Ilahiyat (teologi)
8. Ahwal Al-Nafs.
9. Tisa’ Rasial Fi Al-Himah Al-Thabi’yyah terbit di Istambul tahun 1298 H
10. Risalh Fi Ma’rifah Al-Nafs Al-Nathiqah Wa Ahwaliha, yang disiarkan oleh Muhammad Tasbit Al-Fandi, Di Kairo pada tahun 1934 M.
11. Yunu Al-Himah Di Tahqiq Oleh Abd Al –Rahman Badawi
12. Mabhats An Al-Quwa Al-Nafsaniyyah, diperkenalkan oleh Fandik
13. Asbab Huduts Al-Huruq, diterbitkan di Kairo pada tahun 1332 H.
14. Hay Ibn Yaqzhan diterbitkan di Kairo pada tahun 1809 H.
15. Risalah Al-Fayd Al-Ilah, sebuah karya lokal yang mencoba mendeskripsikan tentang photograpy (ilmu gambar atau photo)
16. At-Ta’liqhat Ala Hawasyi Kita Al-Nafs Li Aristhu (Aristoteles) di Tehqiq oleh Abd Al-Rahman Badawi (Kairo: Al-Haq’ah Al-Mishriyyah Al-Ammah Li Al Kitab, 1973 M)
17. Al-Qashidah Al-Ayniyah Fi Al-Nafs, sebuah karya komentar terhadap al-Manawi, pada tahun 1381 H
18. Kitab Al-Siyasah, sebuah karya yang membahas tentang perhatian terhadap pendidikan anak usia dini, buku ini diperkenalkan dan diedit oleh Bulas Ma’luf Al-Yasu’i.
19. Manthiq Al-Mashriqiyyin, ditebitkan di Kairo oleh Al-Maktabah Al-Salafiyah pada tahun 1910 M
20. Fi Aqsam Ulum Al-Aqliyyah sebuah karya yang membahas tentang logika dan fisika.
21. Al-Himah Al-Marsyriqiyah.
22. Risalah Ath-Thayr, esai sastra sufistik tentang perjalanan hidup dan kematian
23. At-Ta’liqat
24. Kitab Fi An-Nihayah Wa Al-La-Mihayah
25. Lisan Al-Arab, sebuah karya yang membahas tentang sastra Arab, yang terdiri dari sepuluh jilid, buku ini disusun sebagai jawaban terhadap tantangan dari seorang pujangga sastra yang bernama Abu Mansur Al-Jubba’i dihadapan Amir ‘Ala Ad-Daulah Di Isfahan.
26. Al-Isaquji, sebuah karya dalam bidang logika.
B. Konsep Pendidikan Berbasis Mutu Menurut Ibnu Sina
Pemikiran Ibnu Sina dalam peningkatan mutu pendidikan islam antara lain berkenaan dengan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran dan guru. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan sebagai berikut.
1. Tujuan Pendidikan islam.
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus di arahkan pada pengembangan seluruh potensi yang di miliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna. Yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.
Sedangkan tujuan pendidikan Islam menurut Ibnu Sina adakah untuk membentuk manusia yang berkepribadian akhlak mulia. Ukuran berakhlak mulia dijabarkan secara luas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek kehidupan yang syarat terwujudnya suatu sosok pribadi berakhlak mulia meliputi aspek pribadi, sosial dan spiritual, ketiganya harus berfungsi secara integral dan komprehensif.
Tujuan pembinaan moral melalui pendidikan sangat penting menurut pandangan Ibnu Sina, hal ini dapat dilakukan dengan cara seorang anak harus dijaga dalam menentang manusia yang buruk dan memiliki budi pekerti yang buruk mereka juga harus diberikan peluang yang memungkinkan untuk dapat memahami dan merasakan kehidupan dengan cara berkomunikasi dengan orang-orang yang salih.
Orang yang memiliki akhlak mulia akan dapat mencapai kebahagiaan (sa’adah). Kebahagiaan menurut Ibnu Sina, dapat diperoleh secara bertahap. Mula-mula kebahagiaan secara individu dan kebahagiaan ini akan tercapai jika individu memiliki akhlak yang mulia. Jika setiap individu yang menjadi anggota rumah tangga memiliki akhlak mulia, maka tercapai pula kebahagiaan rumah tangga. Jika masing-masing rumah tangga berpegang pada prinsip akhlak mulia, maka tercapailah kebahagiaan dalam masyarakat dan bahkan manusia secara keseluruhan.
Untuk terciptanya sosok manusia yang berakhlak, maka harus dimulai dari dirinya sendiri, serta ditunjang kesehatan jasmani dan rohani. Bila kondisi ini dimiliki, maka manusia akan mampu menjalankan proses muamalah dengan teman pergaulan dan lingkungannya, serta mampu mendekatkan diri kepada Allah, bahkan pad akhirnya mampu melakukan ma’rifat kepada Allah. Kondisi yang demikian merupakan puncak dari tujuan pendidikan manusia.
Mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, Ibnu Sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala suatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Melalui pendidikan jasmani atau olah raga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya.
Selain itu Ibnu Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditujukan pada pendidikan bidang pertanyaan, penyablonan. Sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja profesional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara profesional. Pendidikan keterampilan ini bertujuan untuk mempersiapkan anak dalam mencari penghidupannya, dalam hal ini Ibnu Sina mengintegrasikan antara nilai-nilai idealitas dengan pandangan pramatis, sebagaimana dia katakan : jika anak sudah selesai belajar Al-Qur’an dan menghapal dasar-dasar gramatika, saat itu amatilah apa yang ia inginkan mengenai pekerjaan, maka arahkanlah ke arah itu. Oleh karena itu hendaknya mereka mengarahkan pendidikan anak-anak kepada apa yang menjadikan mereka baik lalu menuangkan pengetahuan mereka pada prinsip yang ditetapkan yang bersifat khusus.
Jika beberapa pendapat Ibnu Sina mengenai tujuan-tujuan pendidikan tersebut dihubungkan dengan satu dan lainnya, maka akan tampak bahwa Ibnu Sina memiliki pandangan tentang tujuan pendidikan yang bersifat hirarkis-struktural, yaitu bahwa ia memiliki pendapat tentang tujuan yang bersifat universal. Juga memiliki pendapat tentang tujuan yang bersifat kurikuler atau perbidang studi dan tujuan yang bersifat operasional.
Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang insan kamil (manusia yang sempurna). Yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh, Ibnu Sina juga ingin tujuan pendidikan universal itu diarahkan kepada terbentuknya manusia yang sempurna.
Ibnu Sina memandang, bahwa yang sangat penting dilakukan dalam sistem dunia pendidikan adalah meneliti tingkat kecerdasan, karakteristik dan bakat-bakat yang dimiliki anak, dan memeliharanya dalam rangka menentukan pilihan yang disenangi untuk masa yang akan datang. Jika anak suka mempelajari suatu ilmu secara intelektual dan ilmiah, maka tunjukkan dan arahkan pada hal tersebut, dan berilah kesempatan untuk mempelajari suatu ilmu yang di inginkan. Setiap anak atau murid akan mudah mempelajari suatu ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bakatnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Sina melalui perkataannya sebagai berikut :
وربمانا فر طباع الانسان جميع الأداب والصناعات، فلم يعلق منها شيك
"Barangkali tabiat manusia menjauh dari ilmu-ilmu sosial dan eksak, ilmu-ilmu ini tidak tergantung pada apapun."
Jika anak atau murid dengan mudah mencapai setiap ilmu yang di inginkan, maka anak dengan mudah pula menjadi ahli sastra, ahli ilmu eksak, dokter juga yang lainnya. Intinya yang sesuai dengan kecerdasan dan tingkat intelektualitas anak bersangkutan akan cepat berpengaruh dalam menentukan hasil atau tidaknya seseorang untuk meraih apa yang di inginkannya.
Ibnu Sina memandang bahwa tujuan pendidikan, terdiri dari dua bagian diantaranya adalah : pertama, Lahirnya insan kamil yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh. Kedua, kurikulum yang memungkinkan berkembangnya seluruh potensi manusia, meliputi dimensi fisik, intelektual dan jiwa.
Rumusan tujuan pendidikan yang diformulasikan Ibnu Sina tampak dipengaruhi oleh pemikiran filsafat dan metafisisnya serta pengaruh sosial politik waktu itu. Namun demikian, ada dugaan kuat bahwa pengaruh tersebut justru puncak dari iman dan taqwa serta konsep ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian dalam rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina itu sudah terkandung strategi yang mendasar mengenai dasar dan fungsi pendidikan. Yaitu bahwa pendidikan yang diberikan pada anak didik, selain harus dapat mengembangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di masyarakat, dengan suatu keahlian yang dapat diandalkan.
Dengan tujuan ini Ibnu Sina tampak berusaha melakukan antisipasi dalam rangka membentuk manusia yang memiliki keahlian dan membendung lahirnya lulusan pendidikan yang tidak mampu bekerja di tengah-tengah masyarakat yang berakibat pada timbulnya pengangguran. Selain itu rumusan tujuan pendidikan yang di kemukakan Ibnu Sina tampak mencerminkan sikapnya yang selain sebagai seorang pemikir juga sebagai pekerja dan praktisi. Melalui tujuan pendidikan yang dirumuskan ini, ia tampak menghendaki agar orang lain meniru dirinya.
2. Kurikulum Pendidikan Islam
Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Sejalan dengan pemikiran Crow dan Crow yang menyatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
Menurut Ibnu Sina kurikulum harus didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Pada usia tiga sampai lima tahun perlu diberikan pelajaran olahraga, budi pekerti, dan kebersihan. Pelajaran olahraga atau gerak badan diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya.
Mengenai pelajaran kebersihan, Ibnu Sina mengatakan, bahwa pelajaran hidup bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak tidur kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.
Mengenai mata pelajaran olahraga, Ibnu Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Dalam hal ini Ibnu Sina menjelaskan tentang ketentuan dalam berolahraga yang disesuaikan dengan tingkat peran yang dapat diketahui dengan pasti mana saja diantara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sederhana saja, dan mana saja diantara anak didik yang perlu dilatih berolah raga lebih banyak lagi. Ibnu Sina lebih lanjut memperinci tentang mana saja diantara olahraga yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian, dan mana saja olahraga yang tergolong ringan, cepat, lambat dan memerlukan peralatan. Semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan kebutuhan si anak.
Dari sekian banyak olah raga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum atau rancangan mata pelajaran adalah olah raga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta. Selain itu ibnu sina juga membahas tentang olahraga yang berlaku umum dan olah raga yang berlaku khusus, serta olah raga yang berlaku untuk semua jenis kelamin dan usia.
Selain pelajaran di atas Ibnu Sina mengatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan anak maka bahan-bahan kurikulum tingkat awal yang diberikan adalah pengajaran Al-Qur’an, tapi dengan cara menghindarkan pengajaran yang bersifat memberatkan jasmani dan pikirannya. Dalam pengajaran Al-Qur’an, seorang peserta didik pada awalnya hendaklah diperkenalkan dengan huruf-huruf hijaiyah yang ditemukan dalam syair-syair. Setelah itu pendidik juga haus melakukan pengamatan apa yang menjadi minat dan bakat peserta didiknya. Hal ini menurut Ibnu Sina, merupakan esensi tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mengisi lapangan kerja yang ada dalam masyarakat.
Ibnu Sina mengemukakan prinsip-prinsip pendidikan menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
1) Jangan memulai pengajaran Al-Qur’an kepada anak melainkan setelah anak mencapai tingkat kematangan akal dan jasmaniah yang memungkinkan dapat menerima apa yang di ajarkan.
2) Mengintegrasikan antara Al-Qur’an dengan pengajaran huruf hijaiyah, yang memperkuat pandangan pendidikan modern saat ini yaitu dengan metode campuran antara metode analisis dan strukturalistis dalam mengajar membaca dan menulis (merupakan metode paling baru dalam pengajaran bahasa kepada anak-anak saat ini).
3) Pengajaran agama pada waktu tingkat kematangan yang mantap dimana menurut adat kebiasaan hidup keagamaan yang benar telah terbuka lebar sampai dapat menyerap ke dalam jiwanya dan mempengaruhi daya indrawi serta perasaannya.
4) Pelajaran syair, Ibnu Sina memandang pentingnya pelajaran syair ini sehingga syair itu menjadi sarana pendidikan perasaan. Pelajaran ini dimulai dengan mengajarkan syair-syair yang menceritakan anak-anak yang glamour, sebab hal ini lebih mudah dihafal dan menceritakannya serta bait-baitnya lebih pendek yang ingatannya lebih gampang diucapkan dan diungkapkan secara blak-blakan.
Ibnu Sina memilih jenis-jenis syair tertentu untuk diajarkanlah kepada anak-anak dan semua itu dilihat dari segi isi yang terkandung didalamnya, sehingga yang mereka pelajari adalah tentang keutamaan sastra dan kebudayaan, pujian kepada ilmu dan celaan kepada kebodohan serta segala hal yang mendorong berbuat kebaikan kepada kedua orang tuanya. Berbuat ma’ruf (kebajikan) dan menghormati tamu. Menurut Ibnu Sina bahwa seni atau sastra itu bertujuan untuk mengungkapkan perasaan manusia tentang keutamaan dalam berbagai coraknya.
5) Pengajaran yang diarahkan pada penulisan minat dan bakat pada masing-masing anak didik, sehingga mereka mampu menciptakan kreativitas belajar secara lebih mantap. Atas dasar kemampuan dan bakat inilah guru memilih pelajaran yang sesuai dengan tuntutan perkembangan hidupnya yang harmonis dan bermanfaat bagi dirinya serta lingkungan sekolah.
Selanjutnya kurikulum untuk anak usia enam sampai empat belas tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan mengkhafal Al-Qur’an, pelajaran agama, pelajaran syair dan pelajaran olah raga. Pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an menurut Ibnu Sina berguna disamping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama Islam. Seperti pelajaran tafsir al-Qur’an, fiqih, tuhid, akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya adalah Al-Qur’an.
Selain itu pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa Arab, karena dengan menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an. Dengan demikian penetapan pelajaran membaca tampak bersifat strategis dan mendasar. Baik dilihat dari segi pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuan muslim.
Yang menjadi fokus perhatian dari seluruh pemikiran filsafat pendidikan Ibnu Sina adalah pendidikan akhlak, ia berusaha mendidik anak dengan cara menumbuhkan kemampuan beragam yang benar, oleh karena itu pendidikan agama memang merupakan landasan bagi pencapaian tujuan pendidikan akhlak. Ia menyatakan” jika anak berada di maktab (kuttab) bergaul dengan sesama yang berakhlak terjadi interaksi edukatif, satu sama lain, saling meniru dengan demikian ia menjadi dasar budinya”.
Ibnu Sina mengaitkan pendidikan agama sebagai alat pembentukan akhlak mulia dengan pengajaran syair-syair yang dapat memberikan pengaruh terhadap perbuatan baik dan yang dapat mendorong ke arah akhlak yang terpuji. Ibnu Sina sangat menekankan pentingnya pendidikan akhlak, hal itu dikarenakan akhlak adalah sumber segala-galanya, semua dan kehidupan adalah bergantung pada akhlak (tak ada kehidupan tanpa akhlak). Itulah sebabnya, sejak zaman Yunani kuno dan sesudahnya, bahkan pada hidup kita ini, timbul perhatian besar terhadap nilai akhlak dalam kehidupan umat manusia, sehingga salah seorang ahli syair kenamaan (Ahmad Syauqi Bey) memperkokoh kedudukan akhlak dan keutamaannya dalam pembangunan bangsa seperti terlukis dalam bait syairnya :
رانما الا مم الا خلاق ما بقيت فإن هموذهبت اخلا قهمذهبوا
"Hanya saja suatu bangs itu berdiri tegak selama ia masih berakhlak namun jika akhlak mereka telah hilang maka bangsa itupun lenyap pula."
ولير بعامر بنيان قوم. اذااخلا قهم كانت خرابا
"Dan tidak mungkin suatu bangs membangun suatu bangunan, jika akhlak mereka mengalami keruntuhan."
Sejauh mana pengaruh akhlak terhadap kehidupan bangsa, masyarakat dan individu. Hal ini telah ditegaskan oleh firman Allah SWT. Dalam surat Al-Qalam ayat empat yang berbunyi sebagai berikut:
"Dan sesungguhnya engkau berakhlak tinggi." (QS. Al-Qalam: 04).
Selanjutnya kurikulum untuk anak usia empat belas tahun ke atas amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat sianak, ia menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu Sina menganjurkan kepada para pendidik agar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya.
Untuk anak usia empat belas tahun ke atas, maka pelajarannya dibagi menjadi dua yakni pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis. Untuk mata pelajaran yang bersifat teoritis antara lain berkenaan dengan ilmu tentang materi dan bentuk, gerak dan perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan, hewan, kedokteran, astrologi dan kimia yang secara keseluruhan tergolong ilmu fisika. Selanjutnya ilmu tentang ruang, bayang dan gerak, memikul beban, timbangan, pandangan dan cermin dan ilmu memindahkan air yang secara keseluruhan tergolong ilmu matematik. Selanjutnya terdapat pula ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, mukjizat, berita ghoib, ilham dan ilmu kekekalan ruh setelah berpisah dengan badan yang secara keseluruhan termasuk ilmu ketuhanan.
Sedangkan mata pelajaran yang bersifat praktis berkenaan dengan ilmu akhlak yang mengkaji tentang cara-cara pengurusan tingkah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami dan istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengkaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintah, kota dengan kota, bangsa dan bangsa. Selain itu Ibnu Sina juga membahas ilmu tentang cara menjual dagangan, membatik dan menenun.
Dalam pembahasan ilmu yang bersifat praktis ini, Ibnu Sina mengkaitkannya dengan berbagai tugas dan pekerjaan yang ada dalam kehidupan di rumah, masyarakat dan dunia pekerjaan atau profesi. Dengan ilmu yang bersifat praktis ini seseorang dapat dibantu dalam usaha mencari rizeki guna mewujudkan kesejahteraan hidupnya.
Dari uraian diatas, tampak bahwa konsep kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina memiliki tiga ciri diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Konsep kurikulum Ibnu Sina yang tidak hanya terbatas atas sekedar menyusun sejumlah mata pelajaran, melainkan juga disertai dengan penjelasan tentang tujuan dari mata pelajaran tersebut, dan kapan mata pelajaran itu harus diajarkan. Selain itu Ibnu Sina juga sangat mempertimbangkan aspek psikologis. Yakni bakat dan minat para siswa dalam menentukan keahlian yang akan dipilihnya dengan cara demikian seorang siswa akan merasa senang atau tidak terpaksa mempelajari suatu ilmu atau keahlian tertentu.
2) Strategi penyusutan kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina juga didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis dan fungsional, yaitu dengan melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari dengan tuntutan masyarakat atau berorientasi pasar (marketing oriented). Dengan cara demikian, setiap lulusan pendidikan akan siap difungsikan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat.
3) Strategi pembentukan kurikulum Ibnu Sina tampak dipengaruhi oleh pengalaman yang terdapat dalam dirinya. Pengalaman pribadinya dalam mempelajari berbagai macam ilmu dan keterampilan ia coba tuangkan dalam konsep kurikulumnya. Dengan kata lain, ia menghendaki agar setiap orang yang mempelajari berbagai ilmu dan keahlian menempuh cara sebagaimana yang ia lakukan.
3. Metode Penddikan Islam
Konsep pengajaran yang ditawarkan oleh Ibnu Sina antara lain terlihat pada setiap materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan materi pelajaran, Ibnu Sina selalu membicarakan tentang cara mengajarkan kepada anak didik, berdasarkan pertimbangan psikologisnya, karena kedua materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Penyampaian suatu materi pada suatu anak harus disesuaikan dengan materi tersebut, sehingga antara materi dan metode akan terintegrasi. Adapun metode pengajaran yang ditawarkan oleh Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang serta penugasan.
Yang dimaksud dengan metode talqin adalah metode yang gunakan untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an. Dimulai dengan cara memperdengarkan bacaan Al-Qur’an kepada anak didik, sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut disuruh mendengarkan dan mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang, sehingga hafal. Metode talqin ini menurut Ibnu Sina dapat pula ditempuh dengan cara seorang guru meminta bantuan murid-muridnya yang sudah agak pandai untuk membimbing teman-temannya yang masih tertinggal. Cara seperti ini dalam pendidikan ilmu modern dikenal sebagai tutor sebaya, sebagaimana dikenal dalam pengajaran dalam modul.
Sedangkan mengenai metode demonstrasi menurut Ibnu Sina dapat digunakan dalam cara mengajar menulis. Menurutnya jika seorang guru akan mempergunakan metode tersebut, maka terlebih dahulu ia mencontohkan tulisan huruf hijaiyah. Setelah itu menyuruh pada murid untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan makhrajnya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.
Adapun yang berkenaan dengan metode pembiasaan dan teladan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak. Cara tersebut secara umum dilakukan dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa si anak.
Selanjutnya metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat promblematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Ibnu Sina mempergunakan metode ini untuk mengajarkan pengetahuan yang bersifat rasional dan teoritis. Pengetahuan model ini pada masa Ibnu Sina berkembang pesat. Jika pengetahuan tersebut diajarkan dengan metode ceramah, maka para siswa akan tertinggal jauh dari perkembangan ilmu pengetahuan tersebut. Dalam metode diskusi ini peserta didik ditekankan dan dibiarkan lebih tenang dengan temannya. Dengan demikian maka peserta didik dapat mengembangkan potensi dan nalar sosialnya.
Berkenaan dengan metode magang, Ibnu Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan yang dilakukannya. Para murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktek, yaitu suatu hari di ruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya mempraktekkan teori di rumah sakit atau balai kesehatan. Metode ini akan menimbulkan manfaat ganda, yaitu disamping mempermahir siswa dalam suatu bidang ilmu, juga akan mendatangkan keahlian dalam bekerja yang menghasilkan kesejahteraan secara ekonomis. Metode ini disebut juga dengan metode Learning By Doing (belajar sambil bekerja).
Selanjutnya berkenaan dengan metode penugasan atau penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar dalam bahasa Arab. Pengajaran dengan cara penugasan ini dikenal dengan istilah Al-Ta’lim Bi Al-Marasil (pengajaran dengan mengirimkan sejumlah naskah atau modul). Dalam hubungan ini Ibnu Sina menyusun sejumlah modul atau naskah kemudian menyampaikannya pada muridnya untuk dipelajarinya. Cara ini antara lain ia lakukan pada seorang muridnya yang bernama Abu Ar-Raihan Al-Biruni dan Aba Husain Ahmad As-Suhaili.
Dari keseluruhan uraian mengenai metode pengajaran tersebut di atas terdapat empat ciri penting, diantaranya yang pertama adalah uraian tentang berbagai metode tersebut memperlihatkan tentang keinginan yang besar dari Ibnu Sina terhadap hasil pengajaran. Kedua, setiap metode yang ditawarkannya selalu dilihat dalam perspektif kesesuaiannya dalam bidang studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik. Ketiga, metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperbaiki bakat dan minat si anak. Keempat, metode yang ditawarkan Ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat perguruan tinggi.

4. Guru Pendidikan Islam
Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui bagaimana cara mendidik akhlak cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka kusam, sopan santun, bersih dan suci murni.
Selanjutnya Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, telit, sabar, telaten dalam membimbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa suka menghias diri. Selain itu guru juga harus mengutamakan kepentingan umat dari pada kepentingan diri sendiri. Menjauhkan diri dari meniru sifat raja dan orang-orang yang berakhlak rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.
Seorang guru harus memiliki jiwa keagamaan, kesalehan, kecerdasan, berani, tegas, hemat, bersih dan dapat menghormati manusia. Seorang guru harus mengetahui bagaimana cara hidup di masyarakat dan mengerti metode mengajar dan melatih budi pekerti anak. Seorang guru juga harus menjaga anak dalam menentang kebiasaan yang buruk dan perilaku yang jahat dan harus membaurkan atau melibatkan si anak dengan kelompok masyarakat yang baik. Ketika anak tersebut tumbuh berkembang, seorang guru harus membangun kecenderungannya kepada pekerjaan yang akan dijadikan keahliannya.
Sedangkan hal yang berkaitan dengan pemberian pelajaran, seorang guru hendaknya memberikan cara pengajaran yang pertengahan, seorang guru juga jangan menampilkan sikap yang menyebabkan anak didik tidak terdorong untuk mengajukan pertanyaan atau meminta menjelaskan sesuatu, dan tidak juga memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menjadi anak yang kurang ajar dan tidak memberikan perhatian terhadap guru dan pelajaran.
Seorang guru harus mempelajari anak didik dengan hati-hati, melatih bakat, dan temperamennya dan mengetes kecerdasan yang memungkinkan ia dapat memilih keahlian dan pekerjaan yang memungkinkan ia dapat menggunakan bakat, pembawaan dan kecerdasan. Seorang anak juga jangan dibiarkan membaca semua masalah sendirian yang menyebabkan ia merasa tertekan dan tidak bahagia. Seorang guru harus banyak menyertai para siswa sepanjang dengan berhubungan penghormatan kepada keluarganya.
Ibnu Sina sangat menganjurkan sekali agar para pendidik dapat memahami minat dan menjadikannya dasar untuk membimbing dan mendidik mereka. Adapun kriteria guru yang baik menurut Ibnu Sina adalah guru yang memiliki wawasan keagamaan dan etika (Dza’din wa khuluq), kepribadian yang kokoh, kecerdasan dan retorika yang baik (Labib wa Huluw Al-Hadits) dan kegiatan dalam memilih metode yang pas bagi pendidikan anak serta mempunyai kompetensi profesional di dalam pembentukan kepribadian anak didik.
Seorang guru harus mampu memverifikasi soft skill yang layak dikonsumsi oleh anak didik. Kompetensi dasar anak didik kiranya harus menjadi orientasi pertama pelaksanaan proses pembelajaran atau pendidikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Sina, ”sebaiknya guru ketika memilih materi pelajaran (ketrampilan dan keahlian) harus terlebih dahulu mementingkan tabi’at, mengukur atau menguji potensi, dan menguji kecerdasan si anak. Juga perlu dipertimbangkan apakah metode, alat dan strategi pembelajaran yang digunakan sudah sesuai ataukah belum, apakah semua itu mampu memobilisasi potensi anak didik ataukah tidak, apakah semua itu mendekatkan diri anak pada kesuksesan ataukah justru menjauhkannya”. Jadi ibnu sina sangat memperhatikan pentingnya kompetensi anak didik dalam pembelajaran atau pendidikan.
Namun, verifikasi kompetensi, anak didik tidak sepenuhnya tanggung jawab guru, orang tua juga bertanggung jawab untuk memilih program studi/ institusi pendidikan yang sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan mendasar anak-anaknya. Dan yang paling penting untuk diperhatikan oleh orang tua adalah minat si anak tersebut.
Ibnu Sina mendeskripsikan keluarga itu seharusnya menjadi taman pendidikan pertama dan utama bagi anaknya. Karena itu, orang tua sebaiknya memahami apa yang sebetulnya dibutuhkan anak-anak mereka selain itu orang tua juga harus bisa menularkan nilai-nilai sosial seperti rasa belas kasih (Cofession) dan empati terhadap orang lain. Caranya adalah dengan melakukan sering atau berbagai pengalaman yang dapat dilakukan secara informal ataupun dengan cara bermain di rumah. Para orang tua seringkali salah dalam menilai atau mengawasi anak-anaknya, padahal langkah tersebut bukan membuat anak-anak bahagia karena diperhatikan orang tuanya. Sebaliknya, anak merasa terkekang sehingga malah menimbulkan sesuatu yang justru jauh dari harapan orang tuanya.
Adapun sekolah yang menyelengarakan pendidikan anak usia dini haruslah melibatkan partisipasi aktif agar orang tua tidak terkesan hanya menjadi panti penitipan anak, karena partisipasi aktif orang tua anak dan keterlibatan mereka dalam pertemuan-pertemuan disekolah mutlak dibutuhkan bagi kesinambungan pendidikan anak.
Untuk motivasi kemampuan peserta didik secara maksimal, maka pendidik harus bertindak secara taktis dan jangan sampai salah langkah. Pujian perlu diberikan guru untuk membangkitkan semangatnya, hukuman juga harus digunakan bila hal tersebut dipandang perlu. Diantara hukuman yang dimaksud adalah bisa berbentuk pukulan ataupun ancaman bila kondisinya mengijinkan. Begitu pula sikap pendidik, dia harus bersikap lemah lembut dan seperti orang tua terhadap anaknya sendiri. Namun bila keadaannya menghendaki, pendidik harus menggunakan cara lain yakni dengan pendekatan persuasif atau takhwif. Suatu saat pendidik dapat menunjukkan wajah muram dan marah, sebagai tanda tidak senang terhadap penyimpangan peserta didik terhadap akhlak mulia.
Jika diamati secara seksama, tampak bahwa potret guru yang dikehendaki oleh Ibnu Sina adalah guru yang lebih lengkap dari potret guru yang dikemukakan para ahli sebelumnya. Dalam pendapatnya itu, Ibnu Sina selain menekankan unsur kompetensi atau kecakapan dalam mengajar, juga berkepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya dengan akhlak ia akan dapat membina mental dan akhlak anak. Guru seperti itu, tampaknya diangkat dari sifat dan kepribadian yang terdapat pada Ibnu Sina sendiri yang selain mempunyai kompetensi akhlak yang baik, juga memiliki kecerdasan dan keluasan ilmu.